Reward
merupakan salah satu keterampilan mengajar yang bersumber dari teori belajar
behavioristik. Teori belajar beharivioristik menekankan pada perubahan tingkah
laku terjadi karena interaksi stimulus dan respon. Menurut teori ini, tingkah
laku manusia tidak lain dari hubungan antara stimulusrespon yang
sebanyak-banyaknya. Dalam behavorisme juga terdapat teori belajar trial and
error yang dicetuskan oleh Thorndike. Salah satu dari tiga prinsip belajarnya
adalah law of effect, yaitu belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang baik (Syaiful Sagala, 2010: 14). Sementara itu, Skinner
(dalam Syaiful Sagala, 2010: 14) mengemukakan teori operant conditioning yang
menyebutkan bahwa seorang anak yang belajar dengan baik kemudian mendapatkan
nilai yang baik, maka anak tersebut akan belajar lebih giat lagi. Nilai
tersebut merupakan peran conditioning atau penguatan (reinforcement). Selain
nilai, guru juga dapat memberikan ganjaran atau pujian yang memiliki banyak
bentuk seperti tanda penghargaan, ijazah, medali, piala, beasiswa, dan
lain-lain.
Reward,
hadiah, dan juga reinforcement adalah hal yang hampir sama. Martin dan Pear
(Edi Purwanta, 2005: 35) berpendapat bahwa kata “positive reinforcement” sering
disamaartikan dengan kata “hadiah” (reward). Menurut 18 Joseph Nuttin dan
Anthony G. Greenwald (1968: 3-4) menyebutkan bahwa reward merupakan konsekuensi
ekstrinsik yang bisa memuaskan motif yang cukup tangensial untuk suatu kinerja
sukses. Misalnya, seorang guru yang memberikan tugas matematika kepada siswa
kemudian jawaban siswa yang dipanggil itu benar, guru mengomentari dengan “Ya,
benar!” bisa dikatakan bahwa siswa mendapatkan keberhasilan. Guru dapat
memberikan hadiah kecil seperti permen. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai
reward.
V.
Skills dalam artikel Texas Guide For Teaching dengan judul Reinforcement
mengutip pendapat Miller (2006) yang menyebutkan bahwa reinforcement merupakan
peristiwa atau stimulus yang mengikuti suatu perilaku dengan waktu yang
berdekatan dan meningkatkan perilaku tersebut. Dengan kata lain, reinforcement
adalah prosedur menggunakan penguat untuk meningkatkan perilaku. Suharsimi
Arikunto (1990: 182) menjelaskan hadiah adalah sesuatu yang diberikan kepada
orang lain karena sudah bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki, yakni
mengikuti peraturan sekolah dan tata tertib yang sudah ditentukan.
1.
Pengertian Reward
Istilah
reward atau imbalan kadang-kadang digunakan sebagai sebagai sinonim untuk
penguatan positif (Rita L.Atkinson, 1983: 319). Penguatan positif adalah
stimulus yang apabila diberikan setelah respon terjadi dapat meningkatkan
respon tersebut. Maria J Wantah (2005: 164) menyebutkan bahwa penguatan positif
adalah teknik terbaik untuk mendorong tingkah laku yang diinginkan. Menurut
Marno dan Idris (2010: 132), penguatan adalah 19 respon positif yang dilakukan
guru atas perilaku positif yang dilakukan atau telah dicapai siswa. Sementara
itu, Mulyasa (2005: 77) mendefinisikan penguatan (reinforcement) sebagai respon
terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya
perilaku. Buchari Alma (2010: 40) mnjelaskan bahwa penguatan adalah respon
positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang memungkinkan
tingkah laku tersebut muncul kembali.
Dalam
ilmu pendidikan, reward atau biasa disebut dengan ganjaran merupakan salah satu
alat pendidikan. Ngalim Purwanto (2002: 183) menyebutkan bahwa maksud dari
ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak agar merasa senang karena apa
yang dilakukannya mendapatkan penghargaan. Reward merupakan segala yang
diberikan guru berupa penghargaan yang menyenangkan perasaan yang diberikan
kepada siswa, agar siswa dapat melakukan perbuatan terpuji dan berusaha untuk
meningkatkannya (Ahmad Bahril dan I Made Arsana, 2014: 455). Sementara itu,
Soedomo Hadi (2005: 89) mendefinisikan ganjaran sebagai isyarat, katakata,
perbuatan, atau barang-barang yang diberikan kepada anak didik setelah mereka
berhasil melakukan kegiatan positif dan istimewa.
Ngalim
Purwanto (2002: 182) juga mendefinisikan reward sebagai alat pendidikan
tidaklah seperti upah, yang dibayarkan sebagai ganti rugi dari suatu pekerjaan
atau suatu jasa. Pemberian hadiah akan berfungsi untuk memperkuat pendapat
/keyakinan individu bahwa perbuatan yang dilakukan benar atau dibenarkan
(Suharsimi Arikunto, 1990: 166). Hal itu sependapat 20 dengan Maria J. Wantah
(2005: 164) yang menyebutkan bahwa penghargaan merupakan cara terbaik untuk
menunjukkan bahwa anak telah melakukan hal baik.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa reward adalah alat
pendidikan berupa suatu penghargaan atau hal-hal menyenangkan yang diberikan
kepada siswa karena telah melakukan kegiatan positif sebagai upaya untuk
memperkuat pendapat atau keyakinan siswa bahwa apa yang telah dilakukan itu
benar.
2.
Macam-macam Reward
Terdapat
beberapa macam reward yang dapat diberikan kepada siswa. Slavin (2009: 130)
menyebutkan bahwa imbalan dapat berupa pujian, nilai, penghargaan, hingga
hadiah atau imbalan lain. Menurut Wina Sanjaya (2009: 37), terdapat dua jenis
reward (penguatan) yang bisa diberikan oleh guru, yaitu:
a.
Reward verbal
Reward
verbal yaitu reward yang diungkapkan dengan kata-kata, baik berupa pujian dan
penghargaan atau kata-kata koreksi. Melalui katakata tersebut, siswa akan
merasa puas dan terdorong untuk lebih aktif belajar. Contoh reward verbal
adalah “bagus!”, “tepat sekali”, “wah hebat kamu”, “hampir tepat”, dan
lain-lain.
b.
Reward nonverbal
Reward
nonverbal yaitu reward yang diungkapkan melalui bahasa isyarat misalnya melalui
anggukan kepala tanda setuju, gelengan kepala, 21 tanda tidak setuju,
mengernyitkan dahi, mengangkat pundak dan lain sebagainya. Selain itu, juga
dapat dilakukan dengan cara memberikan tanda-tanda tertentu misalnya dengan melakukan
sentuhan, berjabat tangan, menepuk pundak siswa, dan lain-lain.
Ngalim
Purwanto (2002: 183) menyebutkan ada lima macam perbuatan atau sikap guru yang
dapat diberikan sebagai ganjaran kepada siswa:
a. Anggukan sebagai
tanda senang atau membenarkan jawaban siswa.
b. Kata-kata yang
menggembirakan (pujian).
c. Pekerjaan dengan
tingkat yang lebih sukar.
d. Ganjaran yang
ditujukan kepada seluruh kelas, misalnya bernyanyi atau berwisata bersama.
e. Benda-benda yang
menyenangkan dan berguna bagi siswa.
Sementara
itu, macam-macam reward yang dapat diberikan kepada siswa menurut Soedomo Hadi
(2005: 90), antara lain:
a. Isyarat,
misalnya anggukan, tepukan pada bahu, dan sebagainya.
b. Kata-kata,
misalnya kata bagus, hebat, jempol, dan sebagainya.
c. Perbuatan,
misalnya siswa yang sudah selesai mengerjakan pekerjaan pertama dapat mengerjakan
pekerjaan lain yang sesuai.
d. Barang,
misalnya buku tulis, pulpen, spidol, dan alat-alat pelajaran lain. Pemberian
barang semacam ini harus diberikan pada waktu yang tepat, antara lain dalam
kegiatan lomba.
Hampir
sama dengan Ngalim Purwanto dan Soedomo Hadi, Emmer dkk (dalam Suharsimi
Arikunto 1990: 160-166) juga menyebutkan macammacam hadiah pengajaran seperti
berikut.
a. Peringkat dan
simbol-simbol lain
Bentuk
hadiah yang paling sering diberikan kepada siswa adalah peringkat huruf maupun
angka. Selain itu, penggunaan simbol-simbol seperti bintang dan tanda centang
juga sering digunakan pada siswa sekolah dasar dan menengah. Namun, pemberian
peringkat yang dilakukan secara adil dan betul adalah hadiah yang paling tepat,
apabila dikaitkan dengan usaha, prestasi dan kemampuan siswa.
b. Penghargaan
Hadiah
dalam bentuk ini dapat berupa berbagai hal yang mempunyai arti “perhatian”
kepada siswa. Pada umumnya, penghargaan diwujudkan dalam bentuk surat
penghargaan atau piagam yang diberikan kepada siswa-siswa pada akhir semester
atau tahun ajaran melalui kompetisi. Sertifikat, stiker atau tanda-tanda lain
tampak sederhana, tetapi memiliki makna yang besar bagi siswa agar termotivasi
oleh penghargaan diperoleh.
c. Hadiah berupa
kegiatan
Guru
harus memberikan petunjuk yang jelas dan rinci bagaimana siswa diberikan
kegiatan sebagai ganjaran atas keberhasilan yang telah dilakukan. Hal tersebut
dilakukan ketika guru akan memberikan hadiah berupa suatu kegiatan kepada
siswa.
d. Hadiah berupa benda
Beberapa
hal yang haus diperhatikan ketika akan memberikan hadiah berupa benda kepada
siswa, yaitu: hadiah harus berhubungan dengan prestasi yang dicapai, sebaiknya
disesuaikan dengan kebuthan siswa, sebaiknya tidak perlu terlalu mahal.
Maria
J. Wantah (2005: 166) menjelaskan bahwa bentuk penghargaan yang diberikan oleh
pendidik kepada siswa kecil tentu berbeda dengan yang diberikan kepada siswa
besar. Penghargaan kepada siswa kecil harus bersifat kongkret diikuti dengan
perbuatan seperti pelukan dan senyuman, tidak hanya verbal karena siswa belum
mengerti. Sementara itu, penghargaan untuk siswa yang lebih besar dapat
berbentuk verbal berupa pujian atau sanjungan. Siswa yang telah mengenal baca
tulis, dapat diberikan penghargaan dalam bentuk piagam penghargaan.
Menurut
Elisabeth Hurlock (1990: 91) jenis penghargaan dibagi menjadi 3, yaitu 1)
penerimaan sosial, 2) hadiah, dan 3) perlakuan yang istimewa. Penerimaan sosial
dapat dilakukan dengan cara memberikan pujian kepada anak. Hadiah diberikan
sebagai penghargaan untuk perilaku yang baik. Hadiah merupakan suatu tanda
kasih sayang, penghargaan atas kemampuan dan prestasi seorang anak, bentuk
dorongan atau kepercayaan. Perlakuan istimewa dapat dilakukan dengan cara
memberikan perlakuan yang membuat anak dianggap seperti orang dewasa.
Menghargai usaha anak dalam menyesuaikan diri menghasilkan penerimaan sosial
dalam bentuk yang 24 mengisyaratkan bahwa anak diperlakukan sebagai orang
dewasa daripada sebagai anak-anak.
Buchari
Alma (2010: 41-42) membagi komponen reinforcement menjadi 6, yaitu:
a) verbal
reinforcement berupa komentar/ungkapan/pujian yang berbentuk kata-kata misalnya
baik, bagus, hebat sekali, benar sekali, dan sebagainya.
b) gestural
reinforcement berupa senyum, mengengkat alis, tepuk tangan, menunjuk, tanda
oke, mengacungkan jempol, anggukan, dan lain-lain.
c) proximity
reinforcement meliputi berjalan mendekati siswa, berdiri di dekat siswa, duduk
di dekat kelompok, dan berdiri di antara siswa. \
d) contact
reinforcement seperti menepuk bahu, menjabat tangan siswa, memegang rambut, dan
menaikkan tangan siswa.
e) activity
reinforcement berupa membantu siswa dalam menggunakan media pembelajaran, membagi
bahan, memimpin permainan dan lain-lain.
f) token
reinfocement dapat dilakukan pemberian hadiah, bintang komentar pada buku
pekerjaan siswa, memberikan nama kehormatan, memberikan simbol gambar, dan
lain-lain.
Sementara
itu, Marno & Idris (2005: 135-137) serta Hamzah B. Uno (2006: 169-170)
menjelaskan komponen dalam memberikan penguatan kepada siswa seperti berikut:
a. Penguatan
verbal dalam bentuk kata-kata dan kalimat.
b. Penguatan
berupa mimik muka dan gerakan badan (gestural) seperti senyuman, anggukan
kepala, acungan ibu jari, tepuk tangan dan sebagainya.
c. Penguatan
dengan cara mendekati siswa seperti duduk di dekat siswa dan berjalan menuju
siswa.
d. Penguatan
dengan sentuhan, misalnya dengan menepuk pundak atau menjabat tangan siswa.
e. Penguatan
dengan kegiatan yang menyenangkan.
f. Penguatan
berupa simbol atau benda yang berupa piagam penghagaan, benda-benda berupa alat
tulis, atau komentar pada buku siswa.
Menurut
Robert J. Marzano (2013: 162), guru juga dapat memberikan reward kepada siswa
untuk menghargai perilaku positif dengan melakukan langkah-langkah seperti
berikut:
a. Memberikan penghargaan
verbal dan nonverbal
Cara
untuk menghasilkan penguatan positif salah satunya adalah dengan penghargaan
verbal dan nonverbal. Penghargaan verbal dapat berupa ucapan, sedangkan
penghargaan nonverbal berupa senyuman, anggukan, kerlingan mata yang dapat
membuat interaksi lebih bersifat pribadi dibandingkan dengan penghargaan
verbal.
b. Memberikan
penghargaan tangibel (nyata)
Tanda
penghargaan menunjukkan nilai ketaatan siswa terhadap suatu prosedur. Bentuk
penghargaan ini dapat berupa simbolik, seperti poin, kartu, atau formulir
penghargaan.
c. Melibatkan keluarga
siswa di rumah
Penghargaan
terhadap apa yang dilakukan siswa dapat meluas ke luar kelas. Siswa yang
mengetahui bahwa sekolah menghubungi keluarga di rumah tekait perilaku baik
yang ditunjukkan merasakan bahwa siswa mendapat penghargaan yang tinggi.
Slavin
(2009: 140-143) menjelaskan bahwa sarana utama untuk memberi imbalan kepada
siswa karena telah menunjukkan upaya terbaik adalah dengan memberikan imbalan,
sebagai berikut:
a. Menggunakan pujian
dengan efektif.
Pujian
akan efektif sebagai sarana motivasi sejauh pujian tersebut bersyarat, khusus
dan terpercaya. Pujian bersyarat bergantung pada upaya siswa terhadap apa yang
yang telah ditetapkan. Kekhususan berarti bahwa guru memberikan pujian terhadap
perilaku khusus siswa. pujian yang terpercaya akan diberikan dengan tulus
karena hasil yang dilakukan.
b. Mengajari siswa
memuji diri sendiri.
Siswa
dapat belajar memuji diri sendiri untuk meningkatkan keberhasilan akademis
siswa. Hal ini adalah komponen dalam pembelajaran mandiri.
c. Menggunakan nilai
sebagai insentif. Nilai akan berperan sebagai insentif bagi anak-anak di kelas
tinggi.
d. Menggunakan sistem
insentif berdasarkan struktur sasaran.
Guru
dapat memberikan menggunakan metode pembelajaran yang menekankan kerjasama,
lalu memberikan insentif atas upaya dan peningkatan.
Lebih
lanjut, Jameel Zeeno (dalam Rusdiana Hamid, 2006: 69) menjelaskan bahwa bentuk
reward dapat berupa: a) pujian yang mendidik; b) memberi hadiah; c) mendo’akan;
d) papan prestasi; e) menepuk pundak; f) menjadikan acuan pada siswa yang
berprestasi dalam memberikan semangat siswa yang lain; g) berpesan pada yang
lain; dan h) berpesan pada keluarga siswa yang bersangkutan.
Berdasarkan
pendapat di atas, macam-macam reward dibagi menjadi 2 yaitu reward verbal dan
reward nonverbal. Reward verbal dapat berupa kata-kata atau kalimat pujian
seperti “baik”, “bagus”, “tepat sekali”, “kamu benar”, dan sebagainya. Reward
nonverbal dapat berupa isyarat tubuh, anggukan, mendekati siswa, perlakuan
istimewa seperti memberikan perbuatan atau tugas dengan tingkat yang lebih
sulit, kegiatan bersama seperti bernyanyi, bekerjasama atau berwisata, melibatkan
keluarga di rumah, hadiah berupa benda-benda, peringkat atau simbol lain, nilai
dan tanda penghargaan.
3.
Tujuan Pemberian Reward
Ngalim
Purwanto (2002:182) menjelaskan tujuan pemberian reward adalah untuk mendidik
anak supaya dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapatkan
penghargaan. Selain itu, tujuan dari pemberian reward juga untuk meningkatkan
kemauan siswa untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapai.
Dengan diberikan reward, guru bertujuan untuk membentuk kemauan siswa yang
lebih keras.
Moh
Uzer Usman (2006: 81) menyebutkan tiga tujuan pemberian penguatan, yaitu
meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran; merangsang dan meningkatkan
motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar serta membina tingkah laku
siswa yang produktif. Sementara itu, Buchari Alma (2010: 40) menyebutkan tujuan
reward seperti berikut:
a. meningkatkan
perhatian siswa
b. Memperlancar/memudahkan
proses belajar
c. Membangkitkan
dan mempertahankan motivasi
d. Mengontrol
atau mengubah sikap suka mengganggu dan menimbulkan tingkah laku belajar yang
produktif
e. Mengembangkan
dan mengatur diri sendiri dalam belajar
f. Mengarahkan
kepada cara berpikir yang baik/divergen dan inisiatif pribadi
Wahid
Murni dkk (2010: 117) dan Marno dan Idris (2010: 133) menyebutkan beberapa
tujuan dari pemberian reward, yaitu:
1) meningkatkan perhatian
siswa dalam proses belajar;
2) membangkitkan,
memelihara dan meningkatkan motivasi belajar siswa;
3) mengarahkan
pengembangan berfikir siswa ke arah divergen;
4) mengatur dan
mengembangkan diri anak dalam proses belajar; dan
5) mengendalikan serta
memodifikasi tingkah laku yang produktif.
Berdasarkan
beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian reward
secara umum adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan untuk
mempertahankan perilaku yang positif serta produktif. Tujuan dari pemberian
reward ini akan dapat tercapai dan efektif apabila pemberian reward ini
dilakukan dengan cara dan prinsip yang tepat.
4.
Fungsi Reward
Wina
Sanjaya (2009: 37) menyebutkan bahwa fungsi reward adalah untuk memberikan
ganjaran kepada siswa sehingga siswa akan berbesar hati dan meningkatkan
partisipasi dalam setiap proses pembelajaran. Pemberian penghargaan mempunyai
peranan penting dalam mengembangkan perilaku siswa. Maria J. Wantah (2005: 165)
mengemukakan fungsi pemberian penghargaan sebagai berikut:
a. Penghargaan
mempunyai nilai mendidik. Penghargaan yang diberikan kepada anak menunjukkan
bahwa perilaku yang dilakukan anak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.
Apabila anak melakukan sesuatu yang disetujui oleh kelompok lalu mendapatkan
penghargaan, maka anak akan memperoleh kepuasan, dan kepuasan itu akan
mempertahankan, memperkuat dan mengembangkan tingkah laku baik.
b. Penghargaan
berfungsi sebagai motivasi pada anak untuk mengulangi atau mempertahankan
perilaku yang disetujui secara sosial. Pengalaman anak mendapatkan penghargaan
yang menyenangkan akan memperkuat motif untuk bertingkah laku baik. Dengan
adanya penghargaan di masa mendatang anak akan berusaha sedemikian rupa untuk
berperilaku lebih baik agar mendapat penghargaan.
c. Penghargaan
berfungsi memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial. Apabila anak
menampilkan tingkah laku yang diharapkan secara berkesinambungan dan konsisten,
maka ketika perilaku itu dihargai anak 30 akan merasa bangga. Kebanggaan itu
akan menjamin anak untuk terus mengulangi bahkan meningkatkan kualitas perilaku
tersebut.
d. Berdasarkan
kedua pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa fungsi reward adalah sebagai
ganjaran kepada siswa agar dapat meningkatkan partisipasi dalam kegiatan
pembelajaran. Reward juga memiliki nilai mendidik yang dapat memotivasi siswa
untuk meningkatkan atau mempertahankan perilaku baik.
5.
Syarat-syarat Pemberian Reward
Ngalim
Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (2002: 184)
memberikan beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam
memberikan reward, yaitu:
a. Guru
harus mengenal betul murid-muridnya dan menghargai dengan tepat.
b. Ganjaran
yang diberikan jangan menimbulkan cemburu atau iri hati.
c. Harus
hemat dalam memberikan ganjaran, maksudnya tidak boleh terlalu sering.
d. Jangan
memberikan ganjaran dengan menjanjikan terlebih dahulu kepada siswa.
e. Guru
harus berhati-hati, jangan sampai ganjaran berubah fungsi menjadi upah bagi
siswa.
Rusdiana
Hamid (2006: 69) juga mengatakan bahwa reward diberikan kepada siswa dengan
syarat: a) hanya diberikan pada anak yang telah mendapatkan prestasi yang baik,
b) jangan menjanjikan ganjaran/hadiah lebih dulu sebelum anak berprestasi. c)
diberikan dengan hati-hati jangan 31 sampai anak menganggapnya sebagai upah, d)
jangan sampai menimbulkan kecemburuan bagi anak yang lain, namun sebaiknya
harus menimbulkan semangat dan motivasi bagi anak didik yang lain. Sementara
itu, Brophy dan O’Leary (dalam Suharsimi Arikunto, 1990: 165) memberikan saran
dalam pemberian hadiah sebagai berikut:
a. Hadiah
hendaknya diberikan secara spontan, jangan ditangguhkan terlalu lama.
b. Hadiah
disesuaikan dengan keadaan dan sifat yang menunjukkan keistimewaan prestasi.
c. Hadiah
hendaknya disesuaikan dengan kesenangan atau minat siswa.
d. Penyerahan
hadiah hendaknya disertai dengan penjelasan rinci mengapa siswa mendapatkan
hadiah.
Apabila
digunakan dengan tepat, pujian dapat menjadi sarana motivasi yang efektif.
Brophy (dalam Slavin, 2009: 141) menjelaskan panduan untuk memberi pujian yang
efektif, sebagai berikut:
1) diberikan dengan bersyarat;
2) menyebutkan secara khusus bagian-bagian
pencapaian;
3) memperlihatkan spontanitas, keragaman,
dan tanda-tanda kredibilitas lain; memperlihatkan perhatian yang jelas terhadap
pencapaian siswa;
4) memberi imbalan bagi perolehan kriteria
kinerja yang telah ditentukan (namun, yang dapat meliputi kriteria upaya);
5) memberikan informasi kepada siswa
tentang kompetensi mereka atau nilai pencapaian mereka;
6) mengarahkan siswa pada penghargaan yang
lebih baik tentang perilaku yang terkait dengan tugas mereka dan pemikiran
tentang penyelesaian soal;
7) menggunakan pencapaian siswa sebelumnya
sebagai konteks untuk menggambarkan pencapaian saat ini;
8) diberikan sebagai penghargaan atas upaya
yang bernilai atau keberhasilan tugas-tugas yang sulit (untuk siswa ini);
9) menghubungkan keberhasilan dengan upaya
dan kemampuan, yang menyiratkan bahwa keberhasilan serupa dapat diharapkan pada
masa mendatang;
10) memusatkan
perhatian siswa pada perilaku mereka sendiri yang relevan dengan tugas;
11) menumbuhkan
penghargaan dan atribusi yang diinginkan tentang perilaku yang terkait dengan
tugas setelah proses tersebut diselesaikan.
Berdasarkan
beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa dalam memberikan reward
kepada siswa, guru perlu memperhatikan syarat dan saran pemberian reward. Guru
harus mengenal murid dengan baik, sehingga dapat menyesuaikan hadiah dengan
prestasi dan minat siswa. Pemberian reward tidak boleh dilakukan terlalu sering
dan jangan sampai menimbulkan cemburu pada siswa lain. Sebaiknya, guru tidak
menunda pemberian reward sehingga diberikan secara spontan dan tidak dijanjikan
terlebih dahulu. Pada saat memberikan reward, guru menjelaskan kepada siswa
bahwa hadiah yang diberikan bukan upah atas apa yang telah dilakukan siswa.
Secara khusus, pemberian pujian kepada siswa hendaknya diberikan bersyarat,
disertai dengan memberikan informasi tentang pencapaian yang telah dicapai
siswa, mengarahkan siswa pada penghargaan yang lebih baik, memusatkan perhatian
siswa, dan menghubungkan keberhasilan dengan upaya dan kemampuan siswa.
6.
Prinsip Pemberian Reward
Pemberian
reward tidak dapat dilakukan secara sembarangan, harus dilihat kepada siapa dan
kapan reward tersebut diberikan. Selain itu, bentuk dan cara pemberian reward
harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Keefektifan pemberian reward
tergantung pada berbagai faktor, salah satunya 33 adalah frekuensi pemberian.
Pemberian reward dapat dilakukan dengan penjadwalan, kapan dan bagaimana reward
tersebut diberikan. Dalyono (2005: 34) dan Hamzah B. Uno (2006: 28)
mengungkapkan dalam teori operant conditioning Skinner terdapat 4 penjadwalan
pemberian reinforcement, sebagai berikut:
1. Fixed
ratio schedule (FR); pemberian reinforcement yang baru diberikan setelah jumlah
respon mencapai jumlah tertentu. Misalnya, siswa diberikan bintang setelah
berhasil menjawab benar sebanyak 5 kali.
2. Variable
ratio schedule (VR); didasarkan atas penyajian bahan pelajaran dengan penguat
setelah sejumlah respon di sekitar nilai tertentu, sehingga siswa tidak tahu
perilaku mana yang diberi penguatan.
3. Fixed
interval schedule (FI); didasarkan atas satuan waktu yang tetap di antara
reinforcement. Pemberian reward dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan
tanpa memandang tingkah laku dan respon. Misalnya guru akan memberikan tepuk
tangan setelah sepuluh menit sekali.
4. Variable
interval schedul (VI); pemberian reinforcement menurut respon betul yang
pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Maria
J. Wantah (2005: 164) menyebutkan bahwa pemberian reward harus didasarkan
kepada prinsip bahwa penghargaan itu akan memberi motivasi kepada anak untuk
meningkatkan dan memperkuat perilaku yang sesuai dengan aturan dan memperkuat
anak untuk menghindarkan diri dari tindakan yang tidak diinginkan. Goodman
& Gurian (dalam Maria J. Wantah, 2005: 164) menjelaskan bahwa dalam
pemberian penghargaan perlu memperhatikan mutu perilaku, jenis tindakan, usia,
tingkat perkembangan dan situasi kondisi dimana penghargaan tersebut diberikan.
Soedomo
Hadi (2005: 90) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memberikan
ganjaran, seperti berikut:
a. Ganjaran
diberikan kepada siswa untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kewajiban siswanya
telah dilaksanakan. Pemberian ganjaran ini tidak boleh terlalu sering.
b. Diusahakan
agar siswa mengerti akan arti dari ganjaran itu.
c. Tujuan
pemberian ganjaran adalah mengajak siswa untuk bertingkah laku lebih baik.
Jangan sampai siswa merasa sombong atas keberhasilan yang telah dicapai.
d. Ganjaran
hendaknya diberikan secara adil. Tidak boleh diberikan atas dasar simpati atau
antipati terhadap seseorang.
e. Ganjaran
harus dapat dicapai oleh semua anak didik atas dasar kerajinannya, kesungguhannya
dan ketekunannya.
Wina
Sanjaya (2009: 38) menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan ketika
memberikan penguatan agar dapat meningkatkan motivasi pembelajaran pada siswa,
seperti berikut:
a.
Kehangatan dan keantusiasan
Guru
hendaknya menunjukkan sikap yang hangat dan antusias bahwa penguatan tersebut
diberikan sebagai balasan atas respon siswa. Keantusiasan dan kehangatan yang
dimaksud adalah cara guru mengekspresikan (Wina Sanjaya, 2007: 33). Misalnya,
bahasa yang 35 digunakan tidak terkesan memojokkan siswa, mimik atau wajah yang
hangat dan tidak terkesan tegang tetapi akrab dan bersahabat dengan sedikit
senyuman, dan tidak mencibir atau memelototi siswa.
b.
Kebermaknaan
Siswa
diyakinkan bahwa penguatan yang diberikan adalah penguatan yang wajar, sehingga
benar-benar bermakna.
c.
Gunakan penguatan yang bervariasi
Penguatan
yang sejenis dan dilakukan berulang-ulang akan menimbulkan kebosanan sehingga
tidak efektif lagi untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Pemberian
penguatan haruslah dilakukan dengan variasi yang kaya hingga dampaknya cukup
tinggi bagi siswa yang menerimanya. Penguatan verbal dengan kata-kata yang
sama, misalnya : bagus, bagus, bagus, akan kehilangan makna, hingga tidak
berarti apa-apa bagi siswa. Oleh karena itu, pemberian penguatan harus
dilakukan dengan teknik yang bervariasi, misalnya sekali waktu menggunakan
reward nonverbal, lain waktu dengan reward verbal.
d.
Berikan dengan segera
Penguatan;
perlu diberikan segera setelah muncul respon atau tingkah laku tertentu.
Penguatan yang ditunda akan tidak akan efektif dan kurang bermakna. Agar dampak
positif yang diharapkan tidak menurun bahkan hilang, penguatan haruslah
diberikan segera setelah siswa menunjukkan respon yang diharapkan. Dengan kata
lain, tidak ada waktu tunggu antara respon yang ditunjukkan dengan penguatan yang
diberikan Winataputra (2004:7.35).
Lebih
lanjut, Winataputra (2004:7.33- 7.34) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan
pemberian reward, guru menggunakan prinsip berikut:
a.
Kehangatan dan keantusiasan
Kehangatan
dan keantusiasan dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, misalnya dengan
muka/wajah berseri disertai senyuman, suara yang riang penuh perhatian, atau
sikap yang memberi kesan bahwa penguatan yang diberikan memang sungguh-sungguh.
b.
Kebermaknaan
Penguatan
yang diberikan guru haruslah bermakna bagi siswa yaitu membuat siswa memang
merasa bahwa penampilan atau tindakannya patut diberi penguatan, sehingga siswa
terdorong untuk meningkatkan penampilannya. Misalnya, jika guru mengatakan
“model yang kamu rancang sangat menarik”, karena model yang dibuat siswa
tersebut memang benar-benar menarik hingga siswa benar-benar merasa bahwa ia
memang patut mendapat pujian.
c.
Menghindari penggunaan respon negatif
Respon negatif seperti kata-kata kasar,
cercaan, hukuman, atau ejekan dari guru merupakan senjata ampuh untuk
menghancurkan iklim kelas yang kondusif maupun kepribadian siswa sendiri. Oleh
karena itu guru hendaknya menghindari segala jenis respon negatif tersebut.
Jika siswa memberikan jawaban atau menunjukkan penampilan yang tidak memuaskan,
guru hendaknya menahan diri dari keinginan mencela atau mengejek jawaban atau
penampilan siswa.
Moh
Uzer Usman (2006: 83) menyebutkan bahwa penggunaan reward didasarkan pada
prinsip kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, dan menghindari penggunaan
respon negatif. Buchari Alma (2010: 42) menjelaskan bahwa prinsip penggunaan
reward sebagai berikut, yaitu 1) penuh dengan kehangatan, antusias dan jujur;
2) menghindari penggunaan kritikan dan hukuman; 3) dilakukan secara bervariasi;
4) penuh arti bagi siswa; 5) reward bersifat pribadi; dan 6) diberikan secara
langsung atau segera.
Dalam
memberikan reward, guru hendaknya memperhatikan cara penggunaannya. Moh Uzer
Usman (2006: 83) menjelaskan bahwa pemberian reward harus jelas ditujukan
kepada siapa, dapat diberikan kepada pribadi tertentu atau kepada kelompok.
Pemberian reward hendaknya dilakukan dengan segera agar lebih efektif. Selain
itu, dilakukan variasi dalam penggunaan sehingga tidak menimbulkan kebosanan.
Sementara itu, Buchari Alma (2010: 42-43) membagi cara penggunaan reward
menjadi 4, yaitu:
a) whole reinforcement
dapat diberikan setiap saat kepada seluruh siswa;
b) delayed
reinforcement merupakan reward yang ditunda pemberiannya dengan diberikan
penjelasan bahwa reward akan diberikan kepada siswa kemudian;
c) partial
reinforcement diberikan untuk menghindari respon negatif. Misalnya, ada siswa
yang menjawab salah, kemudian guru meminta siswa 38 lain untuk menjawab. Jika
jawaban siswa kedua benar, maka siswa pertama diminta untuk mengulanginya; dan
d) personalized
reinforcement yaitu pemberian reward secara perorangan karena siswa memiliki
kemampuan atau kelebihan yang spesifik.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam memberikan
reward, guru hendaknya menggunakan prinsip kebermaknaan, kehangatan dan
keantusiasan, diberian secara bervariasi, segera diberikan kepada siswa, dan
menghindari respon negatif. Pemberian reward dapat dilakukan kepada individu
siswa tertentu, sebagian siswa maupun kepada kelompok. Selain itu, guru
hendaknya mengetahui bahwa prinsip pemberian reward adalah untuk memberikan
motivasi kepada siswa. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan mutu perilaku,
jenis tindakan, tingkat perkembangan siswa dan situasi kondisi pemberian reward
tersebut.
C.
Peran Guru dalam Memberikan Reward
Penguatan
motivasi belajar siswa berada di tangan para guru/pendidik dan juga anggota
masyarakat lain. Guru sebagai pendidik bertugas untuk memperkuat motivasi
belajar pada usia wajib belajar. Guru memiliki tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan kemampuan mengelola interaksi
belajar-mengajar dengan cara menguasai 8 keterampilan dasar mengajar, yaitu: 1)
membuka dan menutup pelajaran, 2) menjelaskan, 3) bertanya, 4) memberi
penguatan, 5) mengadakan variasi, 6) membimbing diskusi, 7) mengelola kelas,
dan 8) mengaktifkan belajar siswa (Marno & Idris, 2010: 53). Berdasarkan
pendapat tersebut, salah satu keterampilan mengajar yang harus dikuasi oleh
seorang guru adalah keterampilan memberikan penguatan. Bentuk pemberian
penguatan tersebut adalah dengan memberikan reward.
Dalam
proses belajar mengajar, siswa yang berprestasi akan mempertahankan prestasinya
ketika guru memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai oleh siswa.
Berkaitan dengan pemberian reward, guru perlu memahami dan menguasai komponen
dalam memberikan reward secara bijaksana dan sistematis. Peranan guru telah
meningkat dari sebagai pengajar menjadi direktur pengarah belajar. Sebagai
direktur pengarah belajar, guru hendaknya senantiasa berusaha untuk
menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi belajar siswa dengan cara:
1. membangkitkan dorongan
kepada siswa untuk belajar,
2. menjelaskan secara
konkret kepada siswa apa dilakukan saat akhir pelajaran,
3. memberikan ganjaran
terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat mencapai prestasi yang lebih baik
di kemudian hari, dan
4. membentuk kebiasaan
yang baik (Slameto, 2003: 98-99).
Guru
memiliki peran yang cukup besar dalam memotivasi siswa. Pada masa sekolah, guru
bertugas untuk memperkuat motivasi yang dimiliki oleh siswa dengan berbagai
cara. Dimyati dan Mujiono (2006: 94-95) menggambarkan proses penguatan motivasi
belajar dari guru dalam bagan di bawah ini. Bagan tersebut menjelaskan tentang
perilaku belajar yang mengandung motivasi belajar dikelola oleh guru dan
dihayati oleh siswa.
Gambar Bagan Motivasi Belajar dalam Kerangka Rekayasa Pedagogis Guru dan Emansipasi
Kemandirian Siswa Sepanjang Hayat (Dimyati dan Mujiyono, 2006: 94-95)
Bagan
tersebut menjelaskan bahwa guru memiliki kewenangan untuk menyusun kegiatan
pembelajaran. Guru bertindak membelajarkan siswa yang memiliki motivasi, baik
yang memiliki motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Melalui kegiatan
pembelajaran, guru melakukan tindakan mendidik seperti memberi hadiah, hukuman,
teguran atau memberi nasihat. Tindakan tersebut bertujuan untuk memunculkan
motivasi intrinsik siswa, mendorong siswa belajar, juga menguatkan motivasi
ekstrinsik. Apabila siswa tertarik dengan hadiah yang diberikan, maka siswa
menghayati motivasi pada diri siswa. Motivasi yang dimiliki oleh siswa dapat
digunakan oleh siswa untuk memperoleh hasil belajar.
Hasil
belajar dibedakan menjadi 2, yaitu dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak
pengajaran merupakan hasil belajar yang dapat diukur, sedangkan dampak
pengiring akan tampak pada saat siswa melakukan unjuk kerja untuk menunjukkan
kemandirian. Setelah lulus, diharapkan siswa akan dapat mengembangkan diri
lebih lanjut secara terus-menerus hingga memperoleh hasil dari kegiatan belajar
sepanjang hayat. Dalam hal ini, siswa mampu memperkuat motivasi belajar untuk
mengaktualisasi diri. Berdasarkan uraian tersebut, pemberian pemberian hadiah
dalam rangka menguatkan motivasi akan menghasilkan efek positif yang panjang
pada diri siswa.
Sardiman
(2007: 92) menjelaskan beberapa bentuk dan cara yang dapat dilakukan guru untuk
menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah seperti: a) memberi
angka, b) hadiah, c) saingan/kompetisi, d) egoinvolvement yaitu melibatkan
harga diri siswa, e) memberi ulangan, f) mengetahui hasil, g) pujian, h)
hukuman, i) hasrat untuk belajar, j) minat, dan k) tujuan yang diakui.
Berdasarkan pendapat tersebut, pemberian angka, hadiah dan pujian oleh guru
kepada siswa dapat menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar.
Siswa
dapat dikatakan memiliki motivasi jika memiliki indikator seperti yang
diungkapkan Hamzah B. Uno (2010: 23) yang mengklasifikasikan beberapa indikator
motivasi belajar seperti: a) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, b)
adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, c) adanya harapan dan cita-cita di
masa depan, d) adanya penghargaan dalam proses belajar, e) ada kegiatan yang
menarik dalam belajar, dan f) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan baik. Tingkat motivasi yang
dimiliki oleh seseorang dapat diketahui dengan menggunakan indikatorindikator
tersebut di atas. Berdasarkan kedua penjelasan di atas, seseorang yang
diketahui memenuhi indikator-indikator tersebut dapat dikatakan bahwa orang
tersebut memiliki motivasi yang tinggi.
Sebagai
pendidik, seorang guru harus mampu melaksanakan beberapa peran seperti yang
diungkapkan Tety Yulita Kadayati (dalam Sri Narwanti, 2011: 75-76), yaitu sebagai
korektor, inspirator, organisator, motivator, fasilitator, demonstrator,
pengelola kelas, dan evaluator. Berdasarkan teori tersebut dan uraian
sebelumnya, peran guru dalam penelitian ini adalah sebagai motivator, korektor,
pengelola kelas, dan evaluator. Sebagai korektor, guru harus mampu
mempertahankan nilai yang baik pada watak dan jiwa siswa dan menghilangkan
nilai yang buruk. Berkaitan dengan nilai, guru juga berperan sebagai model
pembentuk karakter siswa. Melalui pemberian reward, guru berperan untuk
menanamkan nilai karakter menghargai prestasi. Kementerian Pendidikan Nasional
(2010: 10) mendeskripsikan nilai menghargai prestasi sebagai sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Nilai menghargai
prestasi dapat ditanamkan sejak sekolah dasar dengan indikator-indikator
tertentu. Indikator sekolah dilakukan dengan memberikan penghargaan atas hasil
prestasi kepada warga sekolah dan memajang tanda-tanda penghargaan prestasi, sedangkan
indikator kelas yang diambil adalah memberikan penghargaan atas hasil karya
peserta didik, memajang tanda-tanda penghargaan prestasi, dan menciptakan
suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi (Kemendiknas,
2010: 29).
Nilai
menghargai prestasi yang dapat dikembangkan di setiap jenjang kelas rendah dan
tinggi adalah sebagai berikut:
1.
Siswa kelas I-III
a. Mengerjakan
tugas dari guru sebaik-baiknya
b. Berlatih
keras untuk berprestasi dalam olahraga dan kesenian.
c. Hormat
kepada sesuatu yang sudah dilakukan guru, kepala sekolah, dan personalia
sekolah lain.
d. Menceritakan
prestasi yang dicapai orang tua.
e. Menghargai
hasil kerja pemimpin di masyarakat sekitarnya.
f. Menghargai
tradisi dan hasil karya masyarakat di sekitarnya.
2.
Kelas IV-VI
a. Rajin
belajar untuk berprstasi tinggi.
b. Berlatih
keras untuk menjadi pemenang dalam berbagai kegiatan olahraga dan kesenian di
sekolah.
c. Menghargai
kerja keras guru, kepala sekolah, dan personalia lain.
d. Menghargai
upaya orangtua untuk mngembangkan berbagai potensi dirinya melalui pendidikan
dan kegiatan lain.
e. Menghargai
hasil kerja pemimpin dalam menyejahterakan masyarakat dan bangsa.
f. Menghargai
temuan-temuan yang telah dihasilkana manusia dalam bidang ilmu teknologi,
sosial, budaya, dan seni.
Berdasarkan
beberapa uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian reward kepada
siswa dapat memberikan manfaat, diantaranya akan meningkatkan motivasi siswa.
Guru perlu memberikan penguatan kepada siswa dalam bentuk positif yaitu dengan
memberikan reward. Peran guru dalam memberikan reward kepada siswa sangatlah
penting. Siswa yan diberikan reward ketika berhasil melakukan tugas dengan baik
akan muncul motivasi dalam dirinya.
0 Comments